Siang itu sepulang kuliah bersama seorang kawan, saya duduk di sebuah warung menikmati nasi pecel dan tempe mendoan. Nikmatnya lumayan terasa, hingga beberapa saat kemudian seorang bapak berumur sekitar 45 tahun dengan pakaian dekil mendatangi kami dengan mengucap beberapa kata. Dilihat dari penampilannya, sepertinya bapak ini adalah seorang pengemis. Dan ya, benar saja bapak itu menengadahkan tangan pada kami tanda meminta sesuatu. Saya menghentikan suapan nasi pecel kedalam mulut saya dan kemudian mencoba meraih tumpukan tempe mendoan yang ada di meja warung. Saya tawarkan sebiji tempe mendoan untuk bapak tersebut dengan maksud memberi sebagai pengganti uang. Namun bapak tersebut menolak dan berucap pada saya, "Kasih saja saya uang, den". Dengan sedikit bingung, saya kembalikan lagi mendoan ke piring asalnya, dan kami biarkan bapak tersebut berlalu setelah beberapa saat tidak ada respon lebih lanjut dari kami.
Pengalaman itu mengusik memory saya kembali saat membaca status Facebook dari seorang teman yang berisikan sebuah artikel koran mengenai pengemis. Ternyata jika kita lihat lebih jauh, seorang pengemis adalah sosok seorang jutawan yang selama ini kita pandang sebelah mata.
Jutawan? Iya, mereka adalah jutawan! Bagaimana bisa?
OK, saya coba menghitungnya dengan contoh pengemis yang mengemis di sebuah lampu traffic light. Jika sebuah perhitungan matematis kasar yang kita pakai untuk menghitung pendapatan seorang pengemis, dengan kondisi sebuah lampu merah yang mulai menyala tiap 3 menit sekali dengan durasi menyala 2 menit (berarti 2 menit lampu merah menyala, 1menit lampu hijau menyala). Jadi dalam 1 jam akan terdapat 20x lampu merah menyala. Anggap dalam 2 menit tersebut seorang pengemis mampu mendapatkan hasil Rp 1500 (3 keping uang receh Rp 500) , maka hasilnya dalam 1 jam adalah Rp 1500 x 20 = Rp 30.000. Dan bila si pengemis mulai menjalankan aktivitas sejak pagi pukul 7.00-17.00, berarti si pengemis akan mendapatkan hasil Rp 30.000x 10jam = Rp 300.000/ hari. Jika kita kalikan hasil tersebut dengan jumlah hari dalam sebulan yang berjumlah 30 hari, maka bisa kita lihat disini pendapatan seorang pengemis dalam sebulan adalah Rp 300.000 x 30 = Rp 9.000.000! Wow!!
Apa yang bisa anda lihat dari angka tersebut? Sebuah angka yang menunjukkan jumlah diatas pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia dalam sebulan bukan? Fantastis memang untuk sebuah pekerjaan yang selama ini menjadi pandangan miring di masyarakat. Angka tersebut memang bukan sebuah rujukan valid tentang potret kehidupan nyata dari seorang pengemis yang terkadang harus bekerja dengan mempertaruhkan nyawa di jalan. Namun dari perkiraan perhitungan tersebut bisa kita bayangkan bagaimana taraf hidup yang bisa mereka capai dengan hasil kerja per bulan yang berkategori tinggi.
Cerita saya tentang pengemis mungkin belum akan berakhir disini, masih banyak cerita tentang mereka yang terpinggirkan, dihinakan, dipandang sebelah mata, namun dibalik itu semua ternyata menyimpan sebuah rahasia.
So, bagaimana? Tertarik mencoba?
sumber image: http://pincurantujuah.wordpress.com/page/4/
1 komentar:
lebih gede dari gaji PNS dong ya, kak? mimih.. lol
ohya, keep sharing pengalaman kk di bandung ya kk :-)
salam.
Posting Komentar